gravatar


1. Galileo Galilei

Galileo Galilei, adalah orang yang mengalami kesulitan, 
baik semasa hidup maupun setelah mati. Saat kematiannya di 
tahun 1642, tubuhnya tidak langsung dikuburkan, melainkan 
tetap disimpan hingga tahun 1737, hampir seabad berikutnya.  

Sebelum dikuburkan di Gereja Santa Croce, Florence, Italia,
seorang bangsawan memotong tiga jari-jari Galileo sebagai 
"kenang-kenangan". Dua dari jari itu kemudian dimiliki 
oleh seorang dokter Itali, dan jari ketiga - sepotong jari 
tengah - saat ini berada di Museum Sejarah Ilmu Pengetahuan 
di Florence, Italia, dipajang menunjuk ke langit di atas 
tiang marmer.


2. Harland D. Sanders

Harland D. Sanders ketika itu telah berusia 66 tahun, dan ia 
tidak mempunyai apa-apa yang dapat dibanggakan. Satu-satunya 
harta paling bernilai yang dimilikinya adalah resep rahasia 
yang diberi nama "ayam goreng Kentucky". 

Menjelang tahun 1956, Sanders berhasil meyakinkan beberapa 
restoran guna memasak dan menjual "ayam goreng Kentucky", dan 
memberinya US 4 sen sebagai royalti untuk setiap potong ayam 
goreng yang terjual. Gembira dengan kesuksesan yang diperoleh, 
Sanders lalu memuati mobil pikap model 1946 miliknya dengan 
50 resep ramuan bumbu, dan sebuah periuk untuk ditawarkan 
kepada beberapa orang yang mau membeli waralaba resepnya. 
 
Menjelang tahun 1960, sebanyak 400 buah restoran di Amerika 
dan Kanada telah menyediakan "ayam goreng Kentucky". Dalam 
waktu 4 tahun, jumlah tempat jualan "ayam goreng Kentucky" 
telah meningkat menjadi 650 restoran dengan omset penjualan 
per tahun bernilai US$37 juta. 

Saat ini terdapat lebih 10.000 restoran "ayam goreng Kentucky" 
di seluruh dunia dengan lebih dari 200.000 karyawan dan omset 
penjualan per tahunnya lebih dari US$8.2 milyar.


3. Jean-Francois Champollion

Jean-Francois Champollion dicatat dalam sejarah dunia sebagai 
orang pertama yang berhasil membaca huruf Mesir kuno yang 
telah terlupakan ribuan tahun.  

Ternyata kemampuannya ini didukung oleh pengetahuan bahasa 
yang telah dikembangkannya sejak dini. Saat berusia 11 tahun, 
Champollion telah menguasai bahasa Latin, Yunani, dan Ibrani. 
Dua tahun kemudian ia juga mempelajari bahasa Arab, Syria, 
Chaldea, dan Koptik.  

Di tahun 1822, saat berusia 32 tahun, Champollion selesai 
menterjemahkan batu Rosetta yang menjadi kunci pembacaan 
naskah Hieroglif Mesir kuno.


4. Johannes Brahms

Johannes Brahms (1833-1897), komposer besar Jerman, adalah 
salah seorang yang sangat membenci binatang kucing.
 
Di kala senggang atau sedang mencari inspirasi, komposer ini sering pergi ke loteng rumahnya dan mempersiapkan busur dan 
anak panah. Disana hampir tiap waktu ia memanah kucing-kucing 
milik tetangganya. Kebiasaan yang terus dilakukan Johannes 
Brahms sepanjang hidupnya. 


5. John Grisham

Penulis terkenal, John Grisham - "The Firm", "The Client", 
"Pelican Brief" - mulai menulis buku pertamanya pada sebuah 
buku notes kecil yang selalu dibawanya kemana saja. Buku itu 
dikerjakannya satu atau dua halaman sehari. Namun akhirnya, 
demi menyelesaikan bukunya, John Grisham rela melepaskan 
pekerjaannya di bidang hukum. "Saya meneruskan menulis buku 
itu sekalipun saat menderita flu, saat bertamasya, dan kerap 
kehilangan waktu tidur.."

Walau begitu, kerja keras John Grisham tidak cuma pada saat 
menulis. Saat buku pertamanya selesai, buku itu dikirimkannya 
kepada beberapa penerbit untuk dipublikasikan. Anda tahu berapa 
kali buku pertamanya itu ditolak? Dua puluh lima kali. 


6. Martin Luther King, Jr

Martin Luther King, Jr. (1929-1968), adalah pemenang hadiah 
Nobel Perdamaian termuda sepanjang sejarah. Ia menerima 
penghargaan itu di usia 35 tahun atas perjuangannya menuntut 
persamaan hak antar ras.  
 
Perlu dicatat, bahwa dalam usia mudanya itu, selama berjuang 
Martin Luther King, Jr. telah 120 kali dijebloskan ke dalam 
tahanan oleh pihak kepolisian, atas aksi gerakan tanpa 
kekerasan yang dicanangkan Luther King dalam memperjuangkan 
hak-hak sipil.


7. Ronnie Biggs

Kebanyakan orang Inggris pasti kenal dengan nama Ronnie Biggs, 
perampok kereta api terbesar dalam sejarah negara itu. Kini 
Biggs berusia 72 tahun, sudah sakit-sakitan dan dirawat di 
rumah sakit penjara di Belmarsh, tenggara London. 
 
Berita terbaru yang dibuat Biggs beberapa waktu lalu, dia 
kembali minta potongan hukuman. Ini merupakan upaya lanjutan 
yang dilakukannya setelah permintaan pengurangan hukuman yang 
dia ajukan bulan Januari 2002 lalu ditolak pengadilan tinggi. 
 
Dalam kasus perampokan tahun 1963 yang membuatnya kaya raya 
karena bisa merampok 3,7 juta dollar, Biggs dihukum 30 tahun. 
Namun, hebatnya Biggs, hanya 15 bulan setelah dipenjara, ia 
berhasil kabur dan tinggal di Brasil. Di tempat pelariannya 
ini Biggs hidup bermewah-mewah. Tetapi, karena kesehatannya 
memburuk, bulan Mei 2001 lalu dia menyerahkan diri kepada 
polisi Inggris. Ia diterbangkan dari Brasil dengan pesawat 
yang disewa khusus atas biaya sebuah tabloid Inggris.


8. Thomas Farnham

Thomas Farnham, seorang pengelana Amerika, menuliskan bahwa 
saat mendekati kota Santa Fe di tahun 1839 ia menyaksikan 
kawanan bison yang bergerak tak habis-habisnya selama tiga 
hari tiga malam. Diperkirakan kawanan bison ini terdiri dari 
1 juta ekor bison yang bergerak bersama dalam kerumunan
seluas 1.350 mil persegi. Luas yang sama dengan satu negara 
bagian Rhode Island.

Sangat mengherankan bahwa kurang dari seabad berikutnya, 
bison hampir saja punah dari daratan Amerika. 


9. Wilhelm Steinitz

Di masa jayanya, Wilhelm Steinitz adalah salah satu pemain 
catur paling cemerlang di dunia. Namun saat semakin tua, ia 
secara perlahan-lahan dijangkiti kegilaan, dan sering merasa 
bahwa ia dapat menelepon seseorang tanpa menggunakan telepon, ataupun bermain catur tanpa menyentuh bidak.  
 
Puncak kegilaannya terjadi saat Steinitz mengumumkan kepada 
masyarakat luas bahwa ia hendak menantang Tuhan untuk bermain 
catur. Lebih parah lagi, ia menawarkan fur satu bidak dalam pertandingan ini.


gravatar

ISFJ (Pengindra yang Introver dengan Perasa sebagai Pembantu)


ISFJ (Pengindra yang Introver dengan Perasa sebagai Pembantu)


Berdasarkan tes yang ada di dalam buku "psikologi jung", saya termasuk orang dengan tipe kepribadian ISFJ. Apa itu ISFJ? Mungkin sebagian besar Anda tidak tahu. ISFJ adalah singkatan dari pengindra yang introver dengan perasa sebagai pembantu. Lebih jelasnya bisa Anda lihat penjelasan di bawah ini.
Orang berpreferensi ISFJ sangat tergantung secara ekstrem dan realistis terhadap fakta-fakta. Mereka menyerap, mengingat, menggunakan sejumlah fakta, dan sangat teliti terhadap akurasinya. Ketika mereka melihat bahwa ada kebutuhan untuk menyelesaikan sesuatu, maka mereka akan menerima tanggung jawab itu, dan mengerjakannya sebagai tugas mereka dengan penuh tanggung jawab. Mereka ingin supaya segala sesuatunya tampil dengan jelas dan terbuka.
Reaksi pribadi yang jarang tampak dalam wajah mereka kadang sulit diterka oleh orang lain. Reaksi pribadi yang jarang tampak di wajah ini membuat ia tetap tenang dan sabar walau bila berhadapan dengan krisis sebesar apapun. Hanya ketika Anda mengenal mereka dengan lebih baik, baru Anda akan menemukan bahwa dibalik ketenangan itu, mereka sedang memandang segala sesuatunya dari sudut pandang mereka yang tajam, dan kadang tampak dalam bentuk lelucon yang sangat menghibur.
Orang ISFJ adalah orang yang tahan sakit, pekerja keras, sangat sabar dengan segala macam prosedur dan bagian-bagian kecil dari pekerjaannya. Mereka akan sangat teliti mengerjakan hal-hal kecil yang perlu untuk penyelesaian suatu proyek besar. Ketekunan hati mereka cenderung untuk menstabilkan segala sesuatu yang berhubungan dengan mereka. Mereka tidak terlibat dalam kegiaan impulsif, tetapi sekali mereka terlibat maka mereka akan sungguh terlibat sepenuh hati. Mereka tidak akan mundur dari kegiatan kecuali pengalaman mereka meyakinkan bahwa mereka betul salah.
Orang bertipe ISFJ biasanya memilih bidang pekerjaan yang membuat mereka dapat mengombinasikan ketelitian obsevasi dengan pekerjaan yang membutuhkan perhatian pada manusia lain. Karena itu, pekerjaan yang cocok untuk mereka yang bertipe ini adalah profesi-profesi kesehatan, pengajar, pekerjaan kantor, dan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan manusia. Orang bertipe ini menunjukkan preferensi perasa dalam kontak dengan dunia luar. Mereka adalah orang yang baik hati, empati, bersahabat, perhatian, suportif, dan menjadi orang yang sangat dibutuhkan. Karena mereka sangat memperhatikan ketepatan dan keteraturan maka mereka kadang-kadang cocok dengan tugas supervisi. Bila mereka dipercayakan untuk suatu tugas maka pertimbangan praktis, penghargaan terhadap pekerjaan membuat mereka konservati dan konsisten. Mereka pandai mengumpulkan fakta yang dibutuhkan untuk mendukung evaluasi dan keputusan mereka. Mereka menjalani pengalaman-pengalaman mereka dengan membandingkan masalah-masalah masa lalu dengan situasi masa sekarang.
Tipe ini dapat mengalami kesulitan bila mereka tidak mengembangkan preferensi penilainya. Bila perasa mereka tidak dikembangkan maka mereka tidak akan efektif dalam menghadapi dunia luar. Kalau memang itu yang terjadi maka mereka akan suka menarik diri, hati-hati, dan pendiam. Akibat lebih lanjut adalah mereka cenderung mencurigai setiap imajinasi, intuisi, dan tidak serius mendalaminya.

disadur dari
Naisaban, Ladislaus.
2003. Psikologi Jung: tipe kepribadian manusia dan rahasia sukses dalam hidup

(tipe kebijaksanaan jung). jakarta: Grasindo.

gravatar

Perbandingan Penerapan Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dalam pencapaian Tujuan Kognitif pada Siswa

-skripsi-
Teori yang Mendasari
Berdasarkan judul penelitian, yakni “Perbandingan Penerapan Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dalam pencapaian Tujuan Kognitif pada Siswa kelas VII B dan VII C SMP Negeri 28 Surabaya Tahun 2006/2007,” maka dalam bab ini peneliti menggemukakan teori yang berkaitan dengan variabel yang terdiri dari penerapan pembelajaran konvensional dan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Pembelajaran Kooperatif
Menurut Suyanto (2005), pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran yang mengupayakan peserta didik untuk mampu mengajarkan kepada peserta lain. Pengorganisasian pembelajaran dicirikan siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama, dan mereka akan berbagi penghargaan bila mereka berhasil sebagai kelompok.
Pembelajaran kooperatif ini mengacu kepada metode pengajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Banyak terdapat pendekatan kooperatif yang berbeda antara satu dengan lainnya. Kebanyakan melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari empat siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (Slavin, dalam Nur dan Wikandari, 2000:25).
Lebih lanjut lagi, aktivitas pembelajaran kooperatif dapat memainkan banyak peran dalam pelajaran. Dalam satu pelajaran tertentu, pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk tiga tujuan berbeda. Pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk memecahkan sebuah masalah yang kompleks.
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan metode diskusi yang biasanya dilaksanakan dikelas karena didalamnya menekankan pembelajaran dalam kelompok kecil dimana siswa belajar dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang optimal. Pembelajaran kooperatif meletakan tanggung jawab individu sekaligus kelompok sehingga percaya diri siswa tumbuh dan berkembang secara positif. Kondisi ini dapat mendorong siswa untuk belajar, bekerja, dan bertanggung jawab secara sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Suyanto, 2005).
Menurut Rustarmadi (2006) dan Ibrahim, dkk (2000:6—7), Pembelajaran kooperatif memiliki ciri khusus, antara lain:
(1) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya,
(2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah,
(3) siswa dituntut untuk bekerja sama dalam kesamaan dan perbedaan,
(4) pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa, sebagai latihan hidup bermasyarakat,
(5) penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Menurut Ibrahim, dkk (2000:7), pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasl belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial.
Menurut Lie (1999), pembelajaran kooperatif mempunyai banyak manfaat bagi siswa. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:
(1) siswa dapat meningkatkan kemampuan bekerja sama,
(2) siswa mempunyai lebih banyak kesempatan untuk menghargai perbedaan,
(3) partisipasi siswa dalam proses pembelajaran,
(4) mengurangi kecemasan siswa,
(5) menngkatkan motivasi, harga diri, dan sikap positif, dan
(6) meningkatkan prestasi akademis siswa.
Pada pembelajaran kooperatif dapat dilihat langkah-langkah model pembelajaran kooperatif (Suharto, dkk, 2006:78) pada tabel II.
Tabel II
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
NO-FASE-PERAN GURU
1-Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa-Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
2-Menyajikan informasi-Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3-Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar-Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar
4-Membimbing kelompok bekerja dan belajar-Guru membimbing kelompok belajar
5-Evaluasi-Guru mengevaluasi hasil belajar dan mempresentasikan hasil kerjanya
6-Memberi penghargaan-Guru memberi penghargaan untuk upaya hasil belajar individu dan kelompok

Pembelajaran kooperatif ini memiliki berbagai jenis atau tipe, antara lain: STAD (Student Teams-Achievement Divisions), TGT (Teams-Games-Tournament), TAI (Team-Assisted-Individualization), CIRC (Cooperative Integraded Reading and Composition), Jigsaw, Learning Together, dan Investigasi Kelompok. Tipe-tipe tersebut memiliki metode yang berbeda-beda, walaupun memiliki ciri yang sama.

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
STAD merupakan salah satu sistem pembelajaran kooperatif yang didalamnya siswa dibentuk ke dalam kelompok belajar yang terdiri dari 4 atau 5 anggota yang mewakili siswa dengan tingkat kemampuan dan jenis kelamin yang berbeda. Guru memberikan pelajaran dan selanjutnya siswa bekerja dalam kelompok masing-masing untuk memastikan bahwa anggota kelompok telah menguasai pelajaran yang diberikan. Kemudian, siswa melaksanakan tes atas materi yang diberikan dan mereka harus mengerjakan sendiri tanpa bantuan siswa lainnya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Ibrahim dkk (2000:20—21), yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4—5 orang. Setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, dan memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau melakukan diskusi.
Lebih lanjut lagi, menurut Slavin (dalam Nur dan Wikandari, 2000:26), dalam STAD, siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran mnurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya, seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu, pada waktu kuis ini mereka tidak dapat saling membantu.
Menurut Nur dan Wikandari (2000:31—32), STAD terdiri dari siklus kegiatan pengajaran biasa seperti berikut ini:
• Mengajar: menyajikan pelajaran
• Belajar dalam tim: siswa bekerja di dalam tim mereka dengan dipandu oleh lembar kegiatan siswa untuk menuntaskan materi pelajaran
• Tes: siswa mengerjakan kuis atau tugas lain secara individual
• Penghargaan tim: skor tim dihitung berdasarkan skor peningkatan anggota tim, dan sertifikat, laporan berkala kelas, atau papan pengumuman digunakan untuk memberi penghargaan kepada tim yang berhasil mencetak skor tinggi.
Langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut (Nur dan Wikandari, 2000:32—35):
1. Bagilah kelompok ke dalam kelompok-kelompok masing-masing terdiri dari empat atau lima anggota. Sebaiknya empat anggota; membuat tim terdiri dari lima anggota hanya apabila kelas tidak dapat dibagi habis dengan empat anggota. Untuk menempatkan siswa dalam kelompok, urutkan mereka dari atas ke bawah berdasarkan kinerja akademik tertentu dan bagilah daftar siswa yang telah urut itu menjadi empat. Kemudian ambil satu siswa dari tiap perempatan itu sebagai anggota tiap tim, pastikan bahwa tim-tim yang terbentuk itu berimbang menurut jenis kelamin dan asal suku.
2. Buatlah lembar kegiatan siswa (LKS) dan kuis pendek untuk pelajaran yang anda rnerencanakan untuk diajarkan. Selama belajar kelompok (satu atau dua periode kelas) tugas anggota tim adalah menguasai secara tuntas materi yang anda presentasikan dan membantu anggota tim mereka menguasai secara tuntas materi tersebut. Siswa mendapat LKS atau materi pelajaran lain yang dapat mereka gunakan untuk latihan keterampilan yang sedang diajarkan dan menilai mereka sendiri dan anggota tim mereka.
3. Pada saat anda menjelaskan STAD, kepada kelas anda, bacakan tugas-tugas yang harus dikerjakan tim.
• Mintalah anggota tim bekerja sama mengatur bangku atau meja-kursi mereka, dan berikan siswa kesempatan sekitar 10 menit untuk memilih nama tim mereka.
• Bagilah LKS atau materi belajar lain (dua set untuk tiap tim).
• Anjurkan agar siswa pada tiap-tiap tim bekerja dalam duaan (berpasangan) atau tigaan. Apabila mereka sedang mengerjakan soal, setiap siswa dalam suatu pasangan atau tigaan hendaknya mengerjakannya diantara teman dalam pasangan atau tigaan itu. Apabila ada siswa yang tidak dapat mengerjakan soal itu, teman satu tim siswa itu memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan soal itu. Apabila siswa-siswa itu sedang mengerjakan soal-soal jawaban singkat, mereka dapat saling mengajukan pertanyaan di antara satu tim, partner secara bergantian memegang lembar jawaban atau mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
• Beri penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri kegiatan belajar sampai mereka yakin bahwa seluruh anggota tim mereka dapat menjawab 100% benar soal-soal kuis tersebut.
• Pastikan siswa memahami bahwa LKS itu untuk belajar, bukan untuk diisi dan dikumpulkan. Oleh karena itu, penting bagi siswa pada akhirnya diberi lembar kunci jawaban LKS untuk mengecek pekerjaan mereka sendiri dan teman satu tim mereka pada saat mereka belajar.
• Berikan kesempatan kepada siswa untuk saling menjelaskan jawaban mereka, tidak hanya saling mencocokan jawaban mereka dengan lembar kunci jawaban itu.
• Apabila siswa memiliki pertanyaan, mintalah mereka mengajukan pertanyaan itu kepada teman satu timnya sebelum mengajukan kepada anda.
• Pada saat siswa sedang bekerja dalam tim, berkelilinglah di dalam kelas, berikanlah pujian kepada tim yang bekerja baik dan secara bergantian duduklah bersama tiap tim untuk memperhatikan bagaimana anggota-anggota tim itu bekerja.
4. Bila tiba saatnya memberikan kuis, bagikan kuis atau bentuk evaluasi yang lain, dan berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan tes itu. Jangan mengijinkan siswa untuk bekerja sama pada saat mengerjakan kuis itu; pada saat ini mereka harus menunjukkan bahwa mereka telah belajar sebagai individu. Mintalah siswa menggeser tempat duduknya lebih jauh bila hal ini dimungkinkan. Salah satu cara dapat ditempuh, meminta siswa saling menukarkan pekerjaan mereka dengan siswa anggota tim lain atau mengumpulkan pekerjaan itu untuk anda periksa sendiri apda kesempata lain.
5. Buatlah skor individual dan skor tim. Skor tim pada STAD didasarkan pada peningkatan skor anggota tim dibandingkan dengan skor yang lalu mereka sendiri. Sesegera mungkin setelah tiap kuis, anda seharusnya menghitung skor peningkatan individual dan skor tim, dan mengumumkan skor tim itu secara tertulis di papan pengumuman atau cara lain yang sesuai. Apabila mungkin, pengumuman skor tim itu dilakukan pada pertemuan pertama setelah kuis tersebut. Hal ini membuat hubungan antara bekerja dengan baik dan menerima pengakuan jelas bagi siswa, meingkatkan motivasi mereka untuk melakukan yang terbaik. Hitunglah skor tim dengan menjumlahkan poin peningkatan yang diperoleh tiap anggota tim dan membagi jumlah itu dengan jumlah anggota tim yang mengerjakan kuis itu.
6. Pengakuan kepada prestasi tim. Segera setelah anda menghitung poin untuk tiap siswa dan menghitung skor tim. Anda hendaknya mempersiapkan semacam pengakuan kepada tiap tim yang mencapai rata-rata peningkatan 20 atau lebih. Anda dapat memberikan sertifikat kepada anggota tim atau mempersiapkan suatu peragaan dalam papan pengumuman. Penting untuk membantu siswa menghargai skor tim. Minat anda sendiri yang besar terhadap skor tim akan membantu. Apabila anda memberikan lebih dari satu kuis dalam satu minggu, kombinasikan hasil-hasil kuis itu ke dalam satu skor mingguan. Setelah 5 atau 6 minggu penerapan STAD, aturlah ulang siswa ke dalam tim-tim baru. Hal ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan teman sekelas yang lain dan menjaga program pengajaran tetap segar.
Setiap model-model pembelajaran, pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Begitu juga pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Adapun kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:
- dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar,
- dapat meningkatkan prestasi belajar siswa,
- dapat meningkatkan kreativitas siswa,
- dapat mendengar, menghormati, serta menerima pendapat siswa lain,
- dapat mengurangi kejenuhan dan kebosanan,
- dapat mengidntifikasikan perasaannya juga perasaan siswa lain,
- dapat menyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu orang lain dan menyakinkan dirinya untuk saling memahami dan saling mengerti.
Selain kelebihan, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga memiliki kekurangan, antara lain:
- setiap siswa harus berani berpendapat atau menjelaskan kepada teman-temannya,
- siswa akan sedikit ramai ketika perpindahan kelompok (dari kelompok asal ke kelompok ahli dan sebaliknya),
- sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD ini harus lengkap,
- pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga memerlukan banyak waktu.

Pembelajaran Kovensional
Pembelajaran konvensional adalah salah satu model pembelajaran yang hanya memusatkan pada metode pembelajaran ceramah. Pada model pembelajaran ini, siswa diharuskan untuk menghafal materi yang diberikan oleh guru dan tidak untuk menghubungkan materi tersebut dengan keadaan sekarang (kontekstual). Berikut akan dijelaskan, perbedaan antara pembelajaran konvensional dan pembelajaran kooperatif, pada tabel III.
Tabel III
Perbedaan antara Model Pembelajaran Konvensional dan Kooperatif
NO-KONVENSIONAL-KOOPERATIF
1-Menyadarkan pada hafalan-Menyadarkan pada memori spasial
Pemilihan informasi atau materi ditentukan oleh guru-Pemilihan informasi atau materi berdasarkan kebutuhan individu siswa
2-Cenderung terfokus pada satu bidang tertentu-Mengitegrasikan beberapa bidang disiplin
3-Memberikan tumpuan informasi atau materi kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan-Selalu mengaitkan informasi atau materi dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa
4-Memberikan hasi belajar hanya melalui kegiatan berupa ujian atau ulangan-Menerapkan penilaian autentik melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah
Adapun langkah-langkah dari model pembelajaran konvensional bisa dilihat pada tabel IV sebagai berikut:
Tabel IV
Langkah-langkah Model Pembelajaran Konvensional
NO-FASE-PERAN GURU
1-Menyampaikan tujuan-Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut
2-Menyajikan informasi-Guru menyajikan informasi kepada siswa secara tahap demi tahap dengan metode ceramah
3-Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik-Guru mengecek keberhasilan siswa dan memberikan umpan balik
4-Memberikan kesempatan latihan lanjutan-Guru memberikan tugas tambahan untuk dikerjakan di rumah.

BAHAN PENUNJANG

Suyanto, K.
2005. “Pengajaran dan Pembelajaran CTL”. Makalah Work Shop Tim Pengembang Kurikulum SMP Makasar, 16 Juli 2005.

Nur, Mohammad, dan Prima Retno Wikandari.
2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran (edisi 3). Surabaya: UNESA Press.

Ibrahim, dkk.
2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA Press.

Lie, A.
1999. “Strategi Peningkatan Mutu SLTP Melalui Cooperatif Learning”. Jurnal Gentengkali. Edisi 2 Th II/1998.

Rustarmaji.
2006. “CTL (Contextual Teaching and Learning) dan Model-model Pembelajaran”. Makalah disajikan pada waktu kuliah Perencanaan Pengajaran II, 18 November 2006.

Suharto, dkk.
2006. Buku Pedoman Program Pengalaman Lapangan (PPL) Universitas Negeri Surabaya. Surabaya: Unesa Press.

disadur dari
Pratama, Mochammad Hendy Bayu.
2007. “Perbandingan penerapan Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dalam Pencapaian Tujuan Kognitif pada SIswa kelas VII B dan VII C SMP Negeri 28 Surabaya”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: JPPB, Universitas Negeri Surabaya.

gravatar

Teori Psikoanalisis Sigmund Freud

-skripsi-
Teori psikologi yang paling banyak diacu dalam pendekatan psikologi atau yang paling dominan dalam analisis karya sastra adalah teori Psikoanalisis Sigmund Freud (Ratna, 2004:62 dan 344). Menurut Freud (2002:3), psikoanalisis ialah sebuah metode perawatan medis bagi orang-orang yang menderita gangguan syaraf. Psikoanalisis merupakan suatu jenis terapi yang bertujuan untuk mengobati seseorang yang mengalami penyimpangan mental dan syaraf.
Lebih lanjut lagi, menurut Fudyartanta (2005:17) psikoanalisis merupakan psikologi ketidak-sadaran, perhatian-perhatiannya tertuju ke arah bidang-bidang motivasi, emosi, konflik, simpton-simpton neurotik, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter. Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud ketika ia menangani neurosis dan masalah mental lainnya.
Menurut Corey (2003:13), sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah dari teori dan praktek psikoanalitik mencakup:
(1) Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat manusia bisa diterapkan pada peredaan penderitaan manusia.
(2) Tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar.
(3) Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian di masa dewasa.
(4) Teori psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami cara-cara yang digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan mengandaikan adanya mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghindari luapan kecemasan.
(5) Pendekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketaksadaran melalui analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensi-transferensi
Dalam teori psikoanalisis yang dipakainya, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsur dan sistem, yakni Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Superego (Das Uber Ich) (Koeswara, 1991:32; Poduska, 2000:78). Ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk totalitas dan tingkah laku manusia yang tak lain merupakan produk interaksi ketiganya. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen psikologis, sedangkan superego merupakan komponen sosial (Corey, 2003:14). Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai ketiga sistem kepribadian menurut teori psikoanalisis Sigmund Freud.

Id
Id adalah sistem kepribadian yang asli atau sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang di dalamnya terdapat naluri bawaan (Koeswara, 1991:32). Adapun menurut Palmquist (2005:105), id ialah bagian bawah sadar psikis yang berusaha memenuhi dorongan naluriah dasar. Lebih lanjut lagi menurut Corey (2003:14), id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut, mendesak, dan bersifat tidak sadar. Id hanya timbul oleh kesenangan tanpa disadari oleh nilai, etika, dan akhlak. Dengan beroperasi pada prinsip kesenangan ini, id merupakan sumber semua energi psikis, yakni libido, dan pada dasarnya bersifat seksual.
Id adalah aspek biologis dan merupakan sistem original dalam kepribadian dan dari aspek ini kedua aspek lain tumbuh. Id hanya memburu hawa nafsunya saja tanpa menilai hal tersebut baik atau buruk. Ia merupakan bagian ketidaksadaran yang primitif di dalam pikiran, yang terlahir bersama individu (Berry, 2001:75).
Id bekerja sejalan dengan prinsip-prinsip kenikmatan, yang bisa dipahami sebagai dorongan untuk selalu memenuhi kebutuhan dengan serta merta. Fungsi satu-satunya id adalah untuk mengusahakan segera tersalurnya kumpulan-kumpulan energi atau ketegangan yang dicurahkan dalam jasadnya oleh rangsangan-rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar. Ia bertugas menerjemahkan kebutuhan satu organisme menjadi daya-daya motivasional, yang dengan kata lain disebut dengan insting atau nafsu. Freud juga menyebutnya dengan kebutuhan. Penerjemahan dari kebutuhan menjadi keinginan ini disebut dengan proses primer (Boeree, 2005:38).

Ego
Ego berbeda dengan Id. Ego ialah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan (Koeswara 1991:33—34). Adapun menurut Ahmadi (1992:152), ego tampak sebagai pikiran dan pertimbangan. Ego bertindak sebagai lawan dari Id. Ego timbul karena adanya kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan.
Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur (Corey, 2003:14). Ego merupakan tempat berasalnya kesadaran, biarpun tak semua fungsinya bisa dibawa keluar dengan sadar (Berry, 2001:76).
Ego merupakan aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam dunia batin dan sesuatu yang ada di dunia luar. Peran utama ego adalah menjadi jembatan antara kebutuhan insting dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan adanya organisme.
Menurut Bertens (2002:71) tugas ego adalah untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuaian dengan alam sekitar. Ego juga mengontrol apa yang mau masuk kesadaran dan apa yang akan dikerjakannya. Ego menghubungkan organisme dengan realitas dunia melalui alam sadar yang dia tempati, dan dia mencari objek-objek untuk memuaskan keinginan dan nafsu yang dimunculkan id untuk merepresentasikan apa yang dibutuhkan organisme. Proses penyelesaian ini disebut dengan proses sekunder (Boeree, 2005:39).

Superego
Superego ialah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (Koeswara, 1991:34—35). Ia bertindak sebagai pengarah atau hakim bagi egonya. Menurut Kartono (1996:129) superego adalah zat yang paling tinggi pada diri manusia, yang memberikan garis-garis pengarahan ethis dan norma-norma yang harus dianut. Superego lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan, karena itu dapat dianggap sebagai aspek moral kepribadian.
Adapun superego menurut Palmquist (2004:103), adalah bagian dari jiwa manusia yang dihasilkan dalam menanggapi pengaruh orangtua, guru, dan figur-figur otoritas lainnya pada masa anak-anak. Inilah gudang psiki bagi semua pandangan tentang yang benar dan yang salah.
Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego merepresentasikan hal yang ideal, dan mendorongnya bukan kepada kesenangan, melainkan kepada kesempurnaan. Superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya adalah perasaan-perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan hukuman-hukumannya adalah perasaan-perasaan berdosa dan rendah diri (Corey, 2003:15).
Lebih lanjut lagi, Menurut Hall dan Gardner (1993:67—68) Fungsi utama dari superego antara lain (1) sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat; (2) mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan; dan (3) mendorong individu kepada kesempurnaan. Superego senantiasa memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang berbeda ke alam bawah sadar. Superego, bersama dengan id, berada di alam bawah sadar.
Jadi superego cenderung untuk menentang, baik ego maupun id, dan membuat dunia menurut konsepsi yang ideal. Ketiga aspek tersebut meski memiliki karakteristik sendiri dalam prakteknya, namun ketiganya selalu berinteraksi secara dinamis.

Mekanisme Pertahanan Ego
Mekanisme pertahahan ego termasuk dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud. Timbulnya mekanisme pertahanan ego tersebut, karena adanya kecemasan-kecemasan yang dirasakan individu. Maka, mekanisme pertahanan ego terkait dengan kecemasan individu. Adapun definisi kecemasan ialah perasaan terjepit atau terancam, ketika terjadi konflik yang menguasai ego (Boeree, 2005:42). Kecemasan-kecemasan ini ditimbulkan oleh ketegangan yang datang dari luar.
Sigmund Freud (dalam Koeswara, 1991:46) sendiri mengartikan mekanisme pertahanan ego sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.
Mekanisme-mekanisme pertahanan ego itu tidak selalu patologis, dan bisa memiliki nilai penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup untuk menghindari kenyataan. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego yang digunakan oleh individu bergantung pada taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang dialaminya (Corey, 2003:18).
Lebih lanjut lagi, semua mekanisme pertahanan ego memiliki dua ciri umum, yakni (1) mereka menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan, dan (2) mereka bekerja secara tidak sadar sehingga orangnya tidak tahu apa yang terjadi (Hall dan Gardner, 1993:86).
Menurut Freud, sebenarnya ada bermacam bentuk mekanisme pertahanan ego yang umum dijumpai, tetapi peneliti hanya mengambil sembilan macam saja, yakni: (1) represi, (2) sublimasi, (3) proyeksi, (4) displacement, (5) rasionalisasi, (6) pembentukan reaksi atau reaksi formasi, (7) melakonkan, (8) nomadisme, dan (9) simpatisme.

Represi
Represi merupakan mekanisme pertahanan yang paling umum dan merupakan dasar bagi banyak teori Freud (Berry, 2001:79; Hall dan Gardner, 1993:87). Menurut Freud (2003:166), represi ialah sebentuk upaya pembuangan setiap bentuk impuls, ingatan, atau pengalaman yang menyakitkan atau memalukan dan menimbulkan kecemasan tingkat tinggi. Adapun menurut Koeswara (1991:46), represi ialah mekanisme yang dilakukan oleh ego untuk meredakan kecemasan dengan jalan menekan dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut kedalam alam tak sadar.
Lebih lanjut lagi, menurut Poduska (2000:122), represi ialah suatu pertahanan dengan mana anda secara otomatis mengubur pikiran-pikiran atau keinginan yang tak dapat diterima dalam ketaksadaran anda. Kecemasan-kecemasan tersebut dikubur ke alam bawah sadar seseorang. Sedangkan menurut Corey (2003:19—20) represi merupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan, mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kepada ketaksadaran, atau menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan. Mekanisme pertahanan ego ini sangat berbahaya. Apabila otak bawah sadar mereka tidak mampu menampung lagi, maka kecemasan-kecemasan tersebut akan timbul ke permukaan dalam bentuk reaksi emosi yang berlebihan.

Sublimasi
Menurut Freud (2003:166), sublimasi ialah suatu proses bawah sadar dimana libido ditunjukkan atau diubah arahnya ke dalam bentuk penyaluran yang lebih dapat diterima. Adapun menurut Koeswara (1991:46—47), sublimasi ialah mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk mencegah dan atau meredakan kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan primitif Id yang menjadi penyebab kecemasan ke dalam bentuk (tingkah laku) yang bisa diterima oleh masyarakat.
Lebih lanjut lagi, menurut Corey (2003:19) sublimasi ialah suatu mekanisme pertahanan ego yang menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya. Sedangkan menurut Poduska (2000:120) sublimasi suatu mekanisme pertahanan ego yang melepaskan unek-unek perasaan, terutama yang bersifat seksual dalam suatu cara yang tidak bersifat seksual. Sublimasi selalu mengubah berbagai rangsangan yang tidak diterima, apakah itu dalam bentuk seks, kemarahan, ketakutan atau bentuk lainnya, ke dalam bentuk-bentuk yang bisa diterima secara sosial (Boeree, 2005:54). Mekanisme pertahanan ego seperti ini sangat bermanfaat, karena tidak ada pihak yang merasa dirugikan, baik individu itu sendiri ataupun orang lain.


Proyeksi
Menurut Koeswara (1991:47), proyeksi ialah suatu mekanisme pertahanan ego yang mengalihkan dorongan, sikap, atau tingkah laku yang menimbulkan kecemasan kepada orang lain. Adapun menurut Berry (2001:80), proyeksi ialah suatu mekanisme yang menimpakan kesalahan dan dorongan tabu kepada orang lain.
Lebih lanjut lagi, menurut Poduska (2000:121) proyeksi ialah suatu mekanisme pertahanan dengan mana anda mempertahankan diri dari pikiran-pikiran dan keinginan-keinginan yang tak dapat diterima, dengan menyatakan hal tersebut kepada orang lain. Mekanisme pertahanan ego proyeksi ini selalu mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain (Corey, 2003:18). Mekanisme pertahanan ego ini meliputi kecenderungan untuk melihat hasrat anda yang tidak bisa diterima oleh orang lain.
Proyeksi sering kali melayani tujuan rangkap. Ia mereduksikan kecemasan dengan cara menggantikan suatu bahaya besar dengan bahaya yang lebih ringan, dan memungkinkan orang yang melakukan proyeksi mengungkapkan impuls-impulsnya dengan berkedok mempertahankan diri dari musuh-musuhnya (Hall dan Gardner, 1993:88).
Mekanisme pertahanan ego ini merupakan kebalikan dari melawan diri sendiri (Boeree, 2005:49). Individu yang secara tidak sadar melakukan mekanisme pertahanan ego seperti ini, biasanya berbicara sebaliknya atau pengkambinghitaman kepada orang atau kelompok lain.

Displacement
Menurut Koeswara (1991:47), displacement ialah pengungkapan dorongan yang menimbulkan kecemasan kepada objek atau individu yang kurang berbahaya atau kurang mengancam dibandingkan dengan objek atau individu yang semula. Adapun menurut Corey (2003:19) displacement adalah suatu mekanisme pertahanan ego yang mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak bisa dijangkau.
Lebih lanjut lagi, menurut Poduska (2000:119) displacement ialah mekanisme pertahanan ego dengan mana anda melepaskan gerak-gerik emosi yang asli, dan sumber pemindahan ini dianggap sebagai suatu target yang aman. Mekanisme pertahanan ego ini, melimpahkan kecemasan yang menimpa seseorang kepada orang lain yang lebih rendah kedudukannya.

Rasionalisasi
Menurut Poduska (2000:116) rasionalisasi ialah suatu mekanisme pertahanan dengan mana anda berusaha untuk membenarkan tindakan-tindakan anda terhadap anda sendiri ataupun orang lain. Adapun menurut Koeswara (1991:47—48), rasionalisasi ialah menyelewengkan atau memutarbalikkan kenyataan yang mengancam ego, melalui dalih atau alasan tertentu yang seakan-akan masuk akal, sehingga kenyataan tersebut tidak lagi mengancam ego individu yang bersangkutan.
Lebih lanjut lagi, menurut Berry (2001:82), rasionalisasi ialah mencari pembenaran atau alasan bagi prilakunya, sehingga manjadi lebih bisa diterima oleh ego daripada alasan yang sebenarnya. Sedangkan menurut Boeree (2005:53) rasionalisasi ialah pendistorsian kognitif terhadap “kenyataan” dengan tujuan kenyataan tersebut tidak lagi memberi kesan menakutkan.
Rasionalisasi selalu menciptakan alasan-alasan yang “baik” guna menghindarkan ego dari cedera, atau memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan (Corey, 2003:19). Seseorang yang melakukan mekanisme pertahanan ego seperti ini, akan membuat informasi-informasi palsu atau dibuat-buat sendiri.

Pembentukan Reaksi atau Reaksi Formasi
Menurut Hall dan Gardner (1993:88) pembentukan reaksi atau reaksi formasi ialah suatu mekanisme pertahanan ego yang mengantikan suatu impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan lawan atau kebalikannya dalam kesadarannya. Adapun menurut Koeswara (1991:48) ialah mekanisme pertahanan ego yang mengendalikan dorongan-dorongan primitif agar tidak muncul sambil secara sadar mengungkapkan tingkah laku sebaliknya.
Lebih lanjut lagi menurut Corey (2003:20) reaksi formasi ialah mekanisme pertahanan ego yang melakukan tindakan berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar. Jika perasaan-perasaan yang awal dapat menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman itu.
Reaksi formasi ini melakukan kebalikan dari ketaksadaran, pikiran, dan keinginan-keinginan yang tidak dapat diterima (Poduska, 2000:121). Reaksi formasi ini melakukan perbuatan yang sebaliknya, apabila perbuatan yang pertama itu, bisa menimbulkan kecemasan yang mengancam dirinya.

Melakonkan
Menurut Poduska (2000:122), melakonkan ialah suatu mekanisme pertahanan ego yang untuk meredakan atau menghilangkan kecemasan tersebut, dengan cara membiarkan ekspresinya keluar. Melakonkan merupakan kebalikan dari represi yang menekan dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut ke dalam alam tak sadar. Mekanisme pertahanan ego ini membiarkan ekspresinya mengalir apa adanya. Tidak ada bentuk penahanan atau penutupan atas kecemasan yang diterimanya.

Nomadisme
Menurut Poduska (2000:116), nomadisme ialah suatu mekanisme pertahanan ego, yang untuk meredakan atau menghilangkan kecemasan tersebut, dengan cara berusaha lepas dari kenyataan. Dalam menggunakan mekanisme pertahanan ego seperti ini, dia berusaha mengurangi kecemasan dengan memindahkan diri sendiri (secara fisik) dari ancaman. Dia berusaha sesering mungkin atau tidak sama sekali berhadapan dengan individu atau objek yang akan menimbulkan kecemasan.


Simpatisme
Menurut Poduska (2000:117), simpatisme ialah suatu mekanisme pertahanan ego, yang untuk meredakan atau menghilangkan kecemasan tersebut, dengan cara mencari sokongan emosi atau nasihat dari orang lain. Seseorang yang melakukan mekanisme pertahanan ego seperti ini akan mencari teman dekatnya untuk membicarakan masalah-masalah atau kecemasan yang telah diterimanya. Dia berusaha mendapatkan kata-kata yang bisa membangkitkan gairah untuk menghadapinya.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan M. Umar.
1992. Psikologi Umum. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Berry, Ruth.
2001. Seri Siapa Dia? FREUD, (penerjemah: Frans Kowa). Jakarta: Erlangga.

Bertens, K.
2002. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Boeree, C. George.
2005. Personality Theories, (penerjemah: Inyiak R). Yogyakarta: Prisma.

Corey, Gerald.
2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (penerjemah: E. Koeswara). Bandung: PT Refika Aditama.

Freud, Sigmund.
2002. Psikoanalisis, (penerjemah: Ira Puspitarini). Yogyakarta: Ikon.
2003. Teori Seks, (penerjemah: Apri Danarto). Yogyakarta: Jendela.

Fudyartanta, RBS.
2005. Psikologi Kepribadian Neo Freudianisme. Yogyakarta: Zenith Publisher.

Hall, Calvin S., dan Gardner Lindzey.
1993. Teori-teori Psikodinamik (Klinis), (penerjemah: A. Supratiknya). Yogyakarta: Kanisius.
Hardjana, Andre.
1994. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.

Kartono, Kartini.
1996. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju.

Koeswara, E.
1991. Teori Teori Kepribadian. Bandung: PT Eresco.

Palmquist, Stephen.
2005. Fondasi Psikologi Perkembangan, menyelami mimpi, mencapai kematangan diri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Poduska, Benard.
2000. Empat Teori Kepribadian. Jakarta: Restu Agung.

Ratna, Nyoman Kutha.
2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


disadur dari
Pratama, Mochammad Hendy Bayu.
2006. “Mekanisme Pertahahan Ego Tokoh Utama Novel Melanie karya Barbara Mujica (Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud)”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: JBSI, Universitas Negeri Surabaya.